Friday, 18 October 2013

Kemanakah si "Respect" ?

Mana yang dibilang jujur ?
Saya agaknya kurang paham mengenai pola pikir manusia, meskipun notabene saya adalah seorang manusia.  Yang sangat disayangkan disini adalah saya bukanlah seorang cenayang yang bisa membaca pikiran orang. Saya hanyalah seorang mahasiswi tingkat pertama yang sedang menjalani perkuliahan yang membahas mengenai Mata Kuliah Terintegrasi (MPKT) A. Materi MPKT A berisikan banyak bahasan mengenai pola pikir, kepribadian, individu, kelompok, masyarakat, komunikasi, emosi, etika, logika, filsafat yang sub materi ini bermuara ke arah bahasan RESPECT SATU SAMA LAIN. Ini yang saya permasalahkan.

Sudah hampir berapa bulan dihabiskan oleh mahasiswa baru untuk mempelajari pembahasan tersebut ? Lama ? Ya, cukup lama. Apakah senior-senior juga pernah mempelajarinya ? Tentu pernah. Oke kalau begitu, apakah sudah diterapkan dalam kehidupan sehari – hari ? Apakah si respect itu sudah dipergunakan dalam pola pikir ? Bullshit!

Bukan hanya orang Indonesia yang mengenal teori, seluruh civitas academica di dunia juga pasti sudah pernah mendengar sebuah teori. Nah yang kita pelajari dan ingat hanya teori, kebanyakan begitu, bukan kebanyakan lagi tapi MEMANG begitu adanya. Lantas kemanakah perginya si ‘respect’ yang telah diajarkan dalam pembahasan MPKT ? Hanya bermulut manis saat presentasi di dalam diskusi kelas sajakah si ‘respect’ ini selalu dibawa ? Nah bagaimana dengan keadaan yang sebenarnya ?

Saya tidak bermaksud menggurui atau sok tahu, karena memang nyatanya saya merasakan hal-hal tersebut dan alhasil saya jadi tahu, how and how.  Ada banyak orang dan golongan di luar sana yang berkoar mengutarakan soal si RESPECT. Dari mulai pengertian, teori, kaitannya dengan ini itu dan blablabla… Saya bisa jamin, setidaknya dalam satu bulan anda bisa menjumpai flyer, pamphlet, berita di Koran, iklan seminar dll yang isinya mengenai pembahasan tentang si respect dan hal yang terkait dengannya.

Teori respect terhadap sesama jaman sekarang nilainya sama dengan hampa. Saya punya sebuah contoh kasus. Pertama coba anda ingat-ingat, sudah berapa kali, atau seberapa seringkah anda mengingat nama orang yang berkenalan dengan anda meskipun itu hanya sekilas. Kedua, seberapa seringkah nama anda diingat oleh orang lain yang berkenalan dengan anda. Ini contoh yang sangat simple. Pada contoh pertama, anda sering dan banyak mengingat nama orang yang berkenalan dengan anda di suatu tempat. Dan saat bertemu kembali secara tidak sengaja, anda menyapa dan menyebutkan namanya, intinya anda ingat. Tentu orang tersebut akan senang dan balik menyambut sapaan anda dengan senyum hangat, kemudian disini terjadi interaksi lebih dalam. Ini contoh kecil dari respect yang sebenarnya, dan saya recommend sekali mengenai sikap ini. Yang kedua, anda banyak berkenalan dan berjumpa dengan orang. Akan tetapi saat bertemu kembali di lain tempat secara tidak sengaja, orang lain cenderung lebih dulu menyapa anda dan mengingat nama anda. Nah sedangkan anda ? Lupa siapa dia. Ketika  anda merespon sapaannya dengan kalimat “Anda siapa ya ?”, nah siapa yang akan ‘sedikit’ kecewa mendengarnya ? Anda ? Tentu bukan, anda sih fine fine saja akan hal itu, tapi orang yang berkenalan dengan anda akan mengingat kejadian tersebut dan mamasukannya ke dalam grey memory atau bahkan masuk daftar hitam. Intinya disini anda failed menerapkan apa itu respect, perihal nama orang saja anda tidak peduli, apa lagi yang lain.

Manusia pada dasarnya adalah makhluk social dan tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia akan berinteraksi antar sesama dan membentuk kelompok, dan dari kelompok-kelompok inilah nantinya akan membentuk suatu masyarakat.  Teori ini sering lalu lalang di mata pelajaran sosiologi atau sejarah sewaktu SMP atau SMA. Saya berani mengatakan bahwa di era sekarang, teori ini hambar. Faktanya kebanyakan orang di jaman sekarang memiliki karakter idealis, perfectsionis, egois dan individualis. Memang tidak semua, tapi ke ba nya kan. Saya kembali mengambil contoh simple

Manusia melakukan interaksi antar sesama manusia pasti dilandasi dengan adanya kebutuhan, apapun itu. Nah di suatu tempat, terdapat sekumpulan anak muda, katakanlah anak kota. Suatu ketika ada seorang gadis norma, berkaca mata tebal, rambut dikuncir dan memakai rok panjang menghampiri mereka. Si gadis misalnya hendak melakukan wawancara atau hanya sekedar menanyakan sebuah alamat atau bahkan hanya sekedar lewat. Tebak apa yang mereka lakukan ? Saya jamin, 98% sekumpulan anak muda itu akan acuh tak acuh, menjawab alakadarnya dengan tampang datar atau bahkan terkesan mengejek. Beberapa mungkin akan mengambil sikap cuek terhadap si gadis. Selesai, si gadis pulang dengan perasaan kecewa dan mungkin sedih atau marah.

Kondisi kedua, datang seorang gadis juga. Gadis ini berpenampilan ‘normal’, make up yang pas, rok pendek yang pas, pokoknya semuanya pas. Tujuannya sama, wawancara, bertanya alamat atau anya sekedar numpang lewat. Nah sekarang, apa yang akan mereka lakukan ? Kali ini saya jamin 100% mereka akan cepat merespon dengan tanggapan yang dibuat seolah baik atau bahkan ‘sempurna’. Si gadis pulang dengan perasaan puas.

Dari kedua kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan orang di era sekarang, melakukan sebuah interaksi dengan ‘memang’ lebih menekankan pada kebutuhan yang lebih ‘khusus’, tujuan tertentu, kategori apapun. Misalnya sekedar untuk mencari perhatian, kebutuhan ekonomi, social dan banyak lagi. Semuanya bisa menjadi sebuah kemungkinan. Dapat dilihat pula, sedikit sekali peran si ‘RESPECT’ disini. Maka dari itu, daritadi saya katakan, si respect nan bullshit. Jangan berkoar soal respect kalau masih belum mengerti dan menerapkan seperti apa dan bagaimana si "Respect" dalam keadaan NYATA.

No comments:

Post a Comment

What are you looking for..?

Keep Moving Forward with much idea and creation on your Blog...

Popular Posts

Author

Do you have an advice for this blog, call me.

Followers

Search Engine MarketingSubmit Express
WELCOME TO MY LITTLE WORLD, GUYS !!