***
Lembab, aura yang begitu mengerikan mulai merasuk ke dalam pori-pori kulitku sampai rasanya menusuk sampai ke tulang. Tempat ini jauh berbeda dari tempat sebelumnya. Tempat ini murni sebuah gua, dengan stalaktit dan stalagmit yang tidak beraturan menghiasi dasar dan atapnya. Dengan penerangan yang kurasa jauh darikata layak, tempat ini sempurna sekali jika dipakai untuk set film horor, sarang kanibalisme atau semacamnya. Satu hal yang aneh dari tempat ini, terdapat banyak terlur raksasa berjajar rapi, ratusan, tidak, ribuan, entahlah, tapi telur-telur itu memenuhi sampai ke ujung gelap dari ruangan ini.Perlahan aku menengok ke arah Lee, kulihat sekarang raut mukanya mulai berubah. Kurasa dia sama herannya denganku, apa yang sebenarnya sedang terjadi.
"Apa mereka gila ?", Lee bergumam dengan logat Chinanya yang khas
"Apa kita akan mati ?", aku berkata padanya seakan mulai pesismis menghadapi nasibku sendiri
"Apa ? Ap.. tentu saja tidak, orang-orang ini mungkin hanya sedang bermain-main dengan kita, hahahah", Lee melihatku, tersenyum, berusaha menghiburku, tapi kurasa sia-sia.
"Ini bukanlah permainan !", aku hanya bisa tertunduk, bergumam dalam hati, gelisah, begitu gelisah memikirkan apa yang selanjutkan akan terjadi padaku.
Mereka kembali memberi instruksi anehnya pada kami. Kami diharuskan untuk memilih satu telur dan berdiri di depannya. Lee menggenggam tanganku dan menarikku supaya tetap di dekatnya. Kami memilih telur yang jaraknya berdampingan. Aku hanya terdiam, menatap aneh apa yang ada di depanku ini. Baru aku sadar, ini bukanlah sebuah telur. Ini hanya logam berbentuk menyerupai telur, tidak, ini sebuah mesin. Tapi mesin apa, aku tidak pernah tahu.
Beberapa saat kemudian, secara bersamaan benda itu mulai terbuka. Kosong, tidak ada apa-apa. Hanya sebuah ruangan sempit yang kelihatannya memang sengaja dibuat untuk satu orang. Aku hanya tertegun, sampai salah seorang dari mereka mendorongku dan benar saja aku sudah berada di dalam benda aneh ini, telur logam ini. Prajurit itu menutup telurku dengan kasar. Disini gelap, tapi anehnya sama sekali tidak pengap. Aku hanya duduk diam di dalam benda itu, lama. Bodohnya aku, aku baru tersadar kalau prajurit tadi tidak menutup telur ini dengan benar, ada celah, melarikan diri adalah satu-satunya hal yang terlintas di pikiranku. Dengan hati-hati aku membuka benda ini, aku berhasil keluar. Dan lucu ! Tidak ada siapapun disini, tidak ada yang berjaga, lampu kembali diredupkan, hanya ada logam-logam berbentuk telur ini yang berisikan manusia tanpa tahu apa yang akan terjadi pada mereka selanjutnya. Aku langsung menghampiri Lee, berusaha membuka benda yang menyergapnya itu. Aku yakin pasti ada suatu tombol, mekanisme, atau sesuatu semacam itu yang dapat membuka benda ini. Kuraba setiap inchi sampai pada akhirnya, ya ! Aku berhasil ! Benda itu terbuka. Aku melihat Lee, Lee dengan ekspresi kagetnya, aku senang dia tidak apa-apa.
"Apa yang terjadi ? Ba.. bagaimana kau bisa keluar ?", tanya Lee begitu terkejutnya melihatku.
"Aku tidak tahu, aku punya firasat buruk. Ayo kita pergi dari sini ! Ayo Lee !", aku berusaha menariknya keluar dari benda itu.
"Ta..tapi.. aku tidak mengerti, bagaimana kau ?", kulihat Lee masih cukup penasaran.
"Nanti aku jelaskan, tapi lebih baik kita pergi dari sini. Aku ingin mencari ibuku dan Felix, kumohon Lee, kau mau ikut denganku atau tetap diam dalam benda aneh ini ? Cepat, sebelum orang-orang itu sadar kita keluar!", aku berusaha membujuknya supaya segera keluar dari benda itu, dari tempat ini.
***
Aku berhasil, Lee dan aku, kami pergi dari tempat mengerikan itu, berusaha mencari pintu keluar menjauh dari logam berbentuk telur itu. Ibuku, Felix, aku akan mencari mereka. Aku dan Lee mengendap-ngendap, terkadang berlari, menyisir setiap ruangan yang kami temui yang sebagian besar telah kosong. Sampai kami menemukan satu ruangan yang kembali dipenuhi dengan benda itu, logam aneh berbentuk telur. Tapi ini berbeda dari sebelumnya, benda itu polos, berbeda dari benda yang sempat mengurungku tadi. Hitam pekat, namun sudah terbuka. Hanya ada lima buah di ruangan kecil itu. Lee menghentikan langkahku ketika akan meninggalkan ruangan aneh itu. Kulihat wajahnya tampak resah, ada apa sebenarnya, dia menyembunyikan sesuatu dariku, aku yakin itu, aku yakin.
"Mia...", Lee menarik tanganku
"Ada apa lagi ? Aku harus menemukan ibuku dan Felix, lepaskan Lee !", aku meronta
"Bagaimana kau bisa keluar dari mesin itu ?", tanya Lee lemah
"Sudahlah pertanyaan itu lagi..", aku menatap Lee tajam. "Apa katamu ? Mesin ? Tahu darimana kau ? Lee ?", aku mendesaknya
Lee hanya tertunduk diam, tidak menjawab pertanyaanku. Tertunduk, sama sekali tidak punya keberanian untuk melihat wajahku.
"Lee ! Kau tahu ! Kau sudah tahu ! Kau sudah tahu kan, ngh ? Tentang ini ? Jawab aku Lee !", aku mengguncang-guncangkan tubuhnya berusaha mengorek jawaban darinya. "Lee... kau tahu, kan?"
"Ya.. aku tahu. Aku orang China kan? Tentu saja aku tahu", Lee tetap tertunduk, hanya sedikit menggerakan bahunya dan kulihat bibirnya menyiratkan senyuman miris.
"Tidak, kau tahu lebih dari itu. Jangan konyol Lee ! Katakan padaku, kumohon, apa yang sebenarnya terjadi ? Tempat apa ini ?", aku mencoba meminta jawaban dengan lirih
"Kau tahu, sebuah telur mempunyai mekanisme tersendiri untuk pertahanan, melindungi apa yang ada di dalamnya. Terlihat rapuh, tapi sebenarnya setiap lapisan terdiri dari berbagai macam zat yang sangat kuat. Ayahku, ayahkulah yang membuat mesin itu, dia pintar, seorang ilmuan yang sangat pintar. Orang-orang dari pemerintah lantas menyuruhnya menjalankan suatu instruksi yang kubilang menyalahi aturan. Kau juga tahu kan, dunia ini sedang diambang kehancuran ? Perang dimana-mana, banyak yang mati. Dan mereka menginginkan keselamatan sendiri. Cih ! Benar-benar licik !", Lee kembali terdiam
"Mereka ? Siapa ?", aku kembali bertanya padanya pelan
"Orang-orang yang katanya penting di pemerintahan, mereka hanya peduli pada nasib mereka sendiri. Mereka memaksa ayahku untuk menciptakan sebuah mesin penyelamat. Sebuah immortal machine, mesin itu sangat kuat, tahan dari serangan apapun, apalagi hanya serangan nuklir. Sangat kuat sehingga membuat kita aman, sangat kuat. Tapi hanya ada satu kendali untuk membuka dan menutup mesin itu, dan kau tahu siapa yang memegang kendali itu ? Presiden. Sekali ditutup, kau tidak akan pernah bisa membukannya sampai waktu yang telah ditetapkan. Setidaknya, itulah yang ayah sempat katakan padaku sampai tiba-tiba orang-orang brengsek itu datang, menyeretnya seperti anjing dan memisahkannya denganku. Sungguh tidak adil kan ? Haha, itulah kenapa aku bertanya-tanya bagaimana kau bisa membukanya ? Bagaimana kau bisa membuka miliku juga ? Kau ? Itu artinya apa yang selama ini ayahku kerjakan sia-sia kan? Ha, barang sampah!", Lee tersenyum, tapi kulihat sesuatu sebening kristal yang tertimpa sedikit cahaya yang menyusup dari celah-celah ruangan itu, sampai aku tahu, dia sedang menangis.
"Aku yakin ayahmu itu orang yang hebat", aku menggenggam tangan Lee dan ku tatap wajahnya. "Aku tidak pernah membukanya, kukira benda yang kutempati memang rusak, dia tidak menutup sempurna. Betapa sialnya aku, iyakan? Tapi karena kesialan itulah aku bisa keluar. Dan pekerjaan ayahmu itu tidaklah sia-sia, Lee...", aku mencoba menenangkannya, menenangkan seseorang saat diriku sendiripun tidak bisa ku kendalikan, sungguh ironis.
"Tapi kau bisa membuka miliku ?", Lee balas menatapku
"Aku seorang arkeolog, teka-teki, misteri, code, bahkan mesin bukanlah hal asing bagiku", kubalas dia dengan senyuman, lirih.
"Ya, kurasa aku hanya terlalu sensitif, sungguh konyol !", Lee melepaskan tangannya
"Tempat ini ?", aku kembali bertanya padanya
"Entahlah, aku tidak tahu. (kami terdiam sejenak) Sudahlah ! Cepat ! Segera temukan ibumu dan kita pergi dari sini !", Lee menarikku keluar.
***
Langkah kami terhenti seketika ketika kami mendengar suara ledakan yang cukup besar. Kami berlari mencari asal ledakan. Ternyata itu dari pintu masuk, tempat awal dimana kami dikumpulkan tadi. Militer Amerika kurasa, sedikit demi sedikit mulai memasuki tempat ini. Suara tembakan disana-sini, benar-benar suatu tontonan mengerikan bagiku.
"Kita sudah tidak punya waktu lagi, tempat ini sebentar lagi akan hancur !", Lee manarik tanganku
"Tapi ibuku, aku harus mencarinya ! Lepaskan !", aku berusaha meronta, tapi tenaga Lee lebih besar dariku.
"Mia, kumohon, ibumu pasti sudah aman. Ini urusan militer, warga sipil pasti sudah dibawa ke tempat yang lebih aman, ayo pergi!", Lee berusaha meyakinkanku
"Tapi...", aku sama sekali tidak bisa melangkah, ketakutan hebat kembali melanda batinku.
"Sudahlah !", Lee manariku kuat-kuat menjauh dari medan pertempuran itu.
Ibuku, Felix, bagaimana dengan mereka? Batinku sangat kacau, aku benar-benar sudah tidak punya tenaga. Kakiku seperti melayang, aku hanya melihat tangan Lee yang dengan kuat menariku, aku hanya berlari dan kurasakan semuanya kosong. Lee membawaku ke ruangan tempat lima buah mesin telur aneh tadi. Mengarahkanku ke salah satu mesin yang terbuka dan mencoba memasukanku kedalamnya. Dengan reflex aku melawan, tapi Lee mendorongku kedalam dan menutup mesin itu.
"Tenanglah, Mia", kata tertakhir yang aku dengar dari Lee
Aku mengetuk-ngetuk benda itu dari dalam, berusaha mencari suatu tombol atau apapun yang bisa mengeluarkan aku dari sana, aku sudah tidak bisa menangis. Tapi mesin ini berbeda dari sebelumnya. Ada bagian yang dilapisi sesuatu berbahan kaca kurasa, kaca yang gelap dan sangat tebal. Dari sana aku bisa melihat Lee yang juga masuk ke dalam benda yang sama, sampai benda itu kembali menutup dan menyembunyikan Lee di dalamnya. Beberapa saat kemudian aku mendengar suara langkah kaki, ada banyak langkah kaki disusul suara tembakan. Aku melihat seorang Jenderal jatuh tersungkur di depanku, dan disusul orang-orang di belakangnya. Kemudian militer Amerika datang memeriksa. Salah satu dari mereka mengetuk-ngetuk mesinku. Tubuhku gemetar, jantungku memompa sangat cepat. Aku takut, kupikir detakan jantungku akan terdengar sampai keluar. Hanya bayangan ngeri yang ada di otakku. Tapi untunglah kurasa mereka tidak bisa melihatku. Mereka tidak tahu bahwa ada seseorang dengan ketakutan luar biasa terdiam didalamnya. Setelah memeriksa bahwa tidak ada satu orangpun yang tersisa, satu per satu mereka pergi. Pergi meninggalkan mayat-mayat serdadu yang berserakan dimana-mana. Kemudian benda itu muncul. Tiba-tiba ada asap putih yang keluar dari sela-sela mesin sialan ini. Kupikir ini asap beracun, perlahan aku mulai mengantuk. Yah mungkin ini akhirnya, aku, aku berakhir di dalam sebuah mesin aneh yang bahkan tidak diketahui apa namanya. terpisah dari ibuku dan Felix. Sendirian, aku berakhir disini. Ya Tuhan... apa yang akan terjadi padaku selanjutnya, perlahan, semua memudar, gelap.
#TO BE CONTINUED....
by : ME
No comments:
Post a Comment